BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Supervisi Pendidikan

1. Pengertian Supervisi Pendidikan

Menurut Ametembun, (1971: 1), pengertian supervisi dilihat dari terminologi supervisi berasal dari bahasa Inggris ”supervision” terdiri dari dua kata ”super” dan ”vision” berarti ”atas” dan ”melihat”. Supervisi berarti melihat dari atas atau menilik pekerjaan secara keseluruhan. Orang yang melakukan kegiatan supervisi ini disebut supervisor.

Pengertian supervisi yang lain dikemukakan oleh Made Pidarta (1999: 5), yaitu supervisi merupakan suatu proses pembimbingan yang dilakukan oleh atasan dalam hal ini kepala sekolah terhadap guru dan personalia sekolah lainnya yang bertanggungjawab atas proses pembelajaran dengan harapan siswa dapat belajar secara efektif dan prestasi belajar yang semakin meningkat.

Menurut Olivia dalam Neagley dan Evans (1980: 1), pengertian supervisi yaitu ”supervision is conceived as service to teachers, both as individual and in groups. Supervision is a means of offering to teachers spesializhed help in improving instruction”. Supervisi dipahami sebagai pelayanan terhadap guru, baik individual maupun kelompok. Supervisi dimaksudkan sebagai bantuan menolong guru-guru dalam memperbaiki proses pembelajaran. Pendapat ini menunjukkan bahwa dalam supervisi ada seseorang yang memberikan bantuan atau supervisor dan orang yang mendapatkan bantuan dalam hal ini guru.

Pendapat lain dikemukakan oleh Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru (1982: 18), yaitu bahwa supervisi adalah usaha-usaha yang dilakukan petugas sekolah dalam memimpin guru dan petugas sekolah dalam hal memperbaiki pengajaran, menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan, dan perkembangan guru, serta merevisi tujuan pendidikan, bahan pengajaran serta metode mengajar. Dari pengertian ini secara eksplisit menunjukkan beberapa komponen yang sangat mempengaruhi proses pembelajaran seperti pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru, adanya revisi tujuan pendidikan, bahan pengajaran serta metode mengajar. Komponen inilah yang menjadi sasaran atau obyek pelaksanaan supervisi.

Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 3), supervisi adalah melihat bagaimana dari kegiatan di sekolah yang masih negatif diupayakan menjadi positif, dan melihat mana yang sudah positif untuk dapat ditingkatkan menjadi lebih positif lagi, yang penting pembinaan. Dari pengertian tersebut jelas bahwa supervisi pada hakikatnya merupakan pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap guru dan staf sekolah lainnya agar mampu bekerja lebih baik. Supervisi yang baik pada dasarnya lebih didasarkan pada upaya bagaimana membina para guru dalam rangka memperbaiki kinerjanya yang masih kurang, memecahkan hambatan dalam mengerjakan tugasnya serta meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Dalam pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah harus memperlakukan guru sebagai orang yang berpotensi untuk maju dan berkembang lebih baik, sehingga tidak terkesan pelaksanaan supervisi hanya mencari kesalahan-kesalahan guru dalam melaksanakan tugas tetapi lebih diarahkan pada proses pembinaan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa supervisi pendidikan merupakan aktivitas pembinaan yang dilakukan oleh atasan dalam hal ini kepala sekolah dalam rangka meningkatkan performansi atau kemampuan guru dalam menjalankan tugas mengajarnya sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran agar lebih efektif. Pelaksanaan supervisi tidak hanya menilai penampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran melainkan esensinya yaitu bagaimana membina guru untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya yang berdampak pada peningkatan kualitas proses pembelajaran.

2. Tujuan Supervisi Pendidikan

Menurut Made Pidarta (1999: 22), jika dipandang dari apa yang ingin dicapai maka hal itu merupakan tujuan supervisi. Jadi tujuan supervisi menunjuk pada apa yang ingin dicapai dari suatu kegiatan. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tujuan akhir adalah untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan para siswa yang bersifat total, dengan demikian sekaligus akan memperbaiki masyarakat.

2. Membantu kepala sekolah dalam menyesuaikan program pendidikan dari waktu ke waktu secara kontinyu.

3. Tujuan dekat adalah bekerja sama mengembangkan proses belajar mengajar yang tepat.

4. Tujuan perantara adalah mendidik para siswa dengan baik atau menegakkan disipin bekerja yang manusiawi.

Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru (1982: 23), mengemukakan tentang tujuan supervisi yaitu untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Usaha ke arah perbaikan proses pembelajaran ditujukan kepada pencapaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan anak secara maksimal. Lebih lanjut tujuan supervisi tersebut kemudian diperjelas dengan tinjauan yang lebih spesifik yang dikemukakan oleh Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru (1982: 24), bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah memberi bantuan kepada guru dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Tanggungjawab seorang guru adalah menye-lenggarakan proses pembelajaran di kelas. Sehingga menurut pendapat ini tujuan dari supervisi adalah untuk membantu para guru dalam proses pembelajaran tersebut seperti bantuan dalam memahami tujuan pendidikan, bantuan dalam menggunakan sumber-sumber pengelolaan belajar, bantuan dalam menggunakan metode dan alat pelajaran, bantuan dalam menilai hasil proses pembelajaran, bantuan dalam memahami karakteristik siswa, serta bantuan dalam mengembang-kan dan meningkatkan pertumbuhan guru.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan supervisi adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran agar menjadi lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dapat dilakukan dengan membina para guru melalui pemberian layanan dan bantuan dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya sehingga proses pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih baik dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

3. Fungsi Supervisi Pendidikan

Menurut Ametembun (1981: 34), fungsi supervisi pendidikan yaitu penelitian, penilaian, perbaikan, dan peningkatan. Supervisi berfungsi sebagai alat untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang situasi pendidikan sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk menilai situasi. Perbaikan atau pengembangan akan bisa dirumuskan jika telah mendapatkan hasil dari penilaian yaitu, baik dan buruk, memuaskan atau mengecewakan, maju, mundur atau bahkan macet. Berbagai situasi tersebut segera dicari cara untuk memperbaikinya sedangkan yang baik dan memuaskan dapat dikembangkan menuju hasil yang lebih baik, inilah fungsi supervisi pendidikan yang disebut dengan peningkatan.

Menurut John Mirror yang diterjemahkan oleh Piet A. Sahertian (1987: 181), fungsi supervisi adalah sebagai upaya dalam menolong guru secara individual, mengkoordinasi dan melakukan perbaikan kepada staf pendidikan dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran serta membantu pertumbuhan dan perkembangan profesi guru. Dengan demikian seorang supervisor memberikan pertolongan terhadap guru dalam menjalankan pendidikan dan pengajaran serta mengupayakan agar guru mampu berkembang dalam profesinya.

Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 13), fungsi supervisi yaitu pertama, fungsi meningkatkan mutu pembelajaran yang tertuju pada aspek akademik yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan, bimbingan dan arahan kepada siswa. Fokus yang menjadi perhatian utama supervisor adalah bagaimana perilaku siswa yang belajar, dengan bantuan atau tanpa bantuan guru. Kedua, fungsi memicu unsur yaitu berfungsi sebagai alat penggerak terjadinya perubahan yang tertuju pada unsur-unsur yang terkait dengan atau bahkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Ketiga, fungsi membina dan memimpin, yaitu pelaksanaan supervisi pendidikan diarahkan kepada guru dan tenaga tata usaha. Sasaran utama adalah guru sehingga apabila guru sudah meningkat maka akan ada dampaknya bagi siswa.

Pendapat lain tentang fungsi supervisi menurut Swearingen dalam Piet A. Sahertian (2000: 21), fungsi supervisi yaitu sebagai berikut.

a. Mengkoordinasi semua usaha sekolah

b. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah

c. Memperluas pengalaman guru-guru

d. Menstimulasi usaha-usaha kreatif

e. Memberikan fasilitas dan penilaian terus-memerus

f. Menganalisis situasi belajar mengajar

g. Memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada setiap anggota staf

h. Memberikan wawasan yang lebih luas dan terintregasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa fungsi supervisi yaitu sebagai upaya yang dilakukan oleh supervisor dalam rangka membina para guru agar kualitas proses pembelajaran dan hasilnya meningkat serta mengupayakan agar guru lebih meningkatkan kinerja sehingga dapat menyesuaikan dengan tuntutan profesi yang ada. Dengan kata lain fungsi supervisi adalah mengupayakan pembinaan kompetensi profesional bagi guru dalam menjalankan tugas mengajarnya.

4. Sasaran Supervisi Pendidikan

Dalam pelaksanaannya kegiatan supervisi diarahkan pada pembinaan dan pengembangan aspek-aspek yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Guru merupakan komponen yang terlibat langsung dan bertanggungjawab atas proses pembelajaran di kelas, sehingga yang menjadi fokus atau sasaran utama supervisi adalah yang berkaitan dengan guru. Unsur-unsur yang ada dalam diri guru yang menjadi sasaran supervisi dikemukakan oleh Syamsuar Muchtar (1987: 172), bahwa yang menjadi ruang lingkup pembinaan supervisi meliputi kemampuan guru dalam merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai proses pembelajaran, melaksanakan tindak lanjut dari hasil pengamatan, penilaian atau penelitian.

Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 33), salah satu komponen yang menjadi sasaran supervisi adalah guru yang dibagi menjadi tiga tingkatan supervisi di sekolah. Pada tingkat supervisi akademik meliputi perhatian siswa yang sibuk belajar, penampilan guru dalam menjelaskan materi pelajaran, ketrampilan guru dalam menggunakan alat peraga, ketelitian guru dalam menilai hasil belajar siswa di kelas atau mengoreksi pekerjaan tes. Pada tingkat supervisi administrasi yang menjadi sasaran supervisi yaitu meliputi beban mengajar guru, persiapan mengajar atau satuan pelajaran, buku kumpulan soal, daftar nilai dan catatan profesi yang lain. Pada tingkat supervisi sekolah yang menjadi sasaran supervisi meliputi banyaknya guru yang memiliki kewenangan mengajar mata pelajaran yang sesuai, jumlah guru yang berlatar belakang pendidikan tinggi, jumlah piagam yang diperoleh guru serta syarat guru untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut Olivia dalam Piet A. Sahertian (2000: 27), yang menjadi sasaran supervisi yaitu memperbaiki pengajaran, pengembangan kurikulum, dan pengembangan staf. Pendapat tersebut kemudian diperjelas kearah yang lebih spesifik bahwa sasaran atau objek supervisi yaitu perbaikan kurikulum, perbaikan proses pembelajaran, pengembangan staf, dan pemeliharaan dan perawatan moral dan semangat kerja guru. Beberapa sasaran tersebut saling berkaitan satu sama lain misalnya dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran, maka perbaikan kurikulum dan peningkatan kompetensi atau kemampuan guru menjadi hal yang mutlak untuk dilaksanakan.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa yang menjadi sasaran supervisi adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Guru merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran dan gurulah yang mempunyai kewenangan untuk merancang bagaimana proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sehingga dalam rangka perbaikan pembelajaran maka harus dilakukan melalui pembinaan kompetensi profesional guru.

5. Teknik-teknik Supervisi Pendidikan

Untuk melaksanakan kegiatan supervisi dalam rangka mencapai tujuan supervisi maka supervisor harus menggunakan teknik-teknik yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan karakteristik dari masing-masing guru. Teknik supervisi juga dapat dikatakan sebagai cara-cara khusus yang digunakan untuk menyelesaikan tugas supervisi dalam mencapai tujuan supervisi.

Berkaitan dengan teknik supervisi Burhanudin (2005: 106-107), menyebutkan teknik-teknik supervisi adalah kunjungan sekolah, pembicaraan individual, diskusi kelompok, demonstrasi mengajar, kunjungan kelas antar guru, lokakarya, dan orientasi lingkungan.

Menurut Neagly and Evans (1980: 126), teknik-teknik supervisi diantaranya mencakup sebagai berikut.

a. Individual techniques yaitu (!). Assigment of teachers, (2). Classroom visitation and observation, (3). Classroom experimentation, (4). College course, converenc (individual), (5). Demonstration teaching, (6). Evaluation, (7). Activities and conference of profesional organization, (8). Profesional reading, (9). Profesional writing, (10). Selection of profesional staff, (11).Selection of instructional materials, (12).Supervisory bulletins, (13).Informal contacs, (14).other experi-ment contributing to personal and profesional growth.

b. Group techniques yaitu (1). Orientation of new teacher, (2). Development of profesional library, (3). Visiting other teachers, (4). Coordinating of student teaching, (5). Cooperative development of testing program, new pattern and, (6). Interpretation of instruction program the public

Dari pendapat yang dikemukakan tersebut pada intinya teknik supervisi yaitu menggunakan teknik individual dan teknik kelompok.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (2005: 120-122), bahwa teknik-teknik supervisi pendidikan yaitu terdiri dari teknik perseorangan dan teknik kelompok. Teknik perseorangan dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti mengadakan kunjungan kelas, mengadakan kunjungan observasi, membimbing guru tentang cara-cara mempelajari pribadi siswa, membimbing guru-guru dalam hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum sekolah. Untuk teknik kelompok dapat dilakukan dengan kegiatan seperti mengadakan pertemuan atau rapat, mengadakan diskusi kelompok serta mengadakan penataran.

Menurut Made Pidarta (1999: 227), teknik-teknik supervisi adalah sebagai berikut.

a. Teknik yang berhubungan dengan kelas yaitu observasi kelas dan kunjungan kelas;

b. Teknik diskusi yaitu pertemuan formal, pertemuan informal dan rapat guru;

c. Supervisi yang direncanakan bersama;

d. Teknik supervisi sebaya;

e. Teknik yang memakai pendapat siswa dan alat elektronika, teknik yang mengunjungi sekolah lain; dan

f. Teknik melalui pertemuan pendidikan.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa teknik-teknik supervisi pendidikan pada dasarnya terdiri dari teknik individu dan teknik kelompok. Teknik individu yaitu kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan perorangan, saling mengunjungi kelas, menilai diri sendiri. Teknik kelompok yaitu rapat, studi kelompok, lokakarya, diskusi panel, demonstrasi mengajar, buletin supervisi, kursus, perjalanan sekolah. Teknik individu digunakan oleh supervisor untuk memberikan pembinaan terhadap seorang guru dan menggunakan teknik kelompok apabila supervisor melakukan pembinaan terhadap sekelompok guru secara bersamaan.

6. Supervisor Pendidikan

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan diawal bahwa supervisor adalah orang yang melakukan aktivitas supervisi maka perlu diketahui siapa saja yang dapat menjadi supervisor. Untuk memperoleh pemahaman tentang siapa saja yang bisa menjadi seorang supervisor dalam bidang pendidikan, berikut ini dipaparkan beberapa pengertian tentang supervisor.

Menurut pendapat Certo (1997: 4), “supervisor is manajer at the level of management, which means that the employees reporting to the supervisor are not manager”. Supervisor adalah manajer pada level pertama dari suatu proses manajemen, yang artinya bahwa karyawan melapor kepada supervisor bukan pada manajer.

Menurut Better (1973: 4), “A supervisor is any person who is given authority and responsibility for planning and controlling the work of a group by close contact”. Makna yang terkandung yaitu bahwa supervisor adalah seseorang yang mempunyai kewenangan dan merespon untuk perencanaan dan pengontrolan secara langsung pekerjaan sekelompok orang. Berdasarkan pendapat ini maka seorang supervisor adalah orang yang mempunyai kewenangan secara langsung untuk merencanakan, merespon dan mengontrol berbagai aktivitas dan kegiatan yang telah direncanakan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Lovell and Willes (1983: 11), yaitu “A supervisor is person formally designated by the organization as supervisor to improve curriculum and instruction in order to improve the quality of learning student”. Pendapat ini dapat diartikan bahwa supervisor adalah pejabat formal yang ditunjuk oleh organisasi pengawas dalam rangka pengembangan kurikulum dan memberi pengarahan akan kebutuhan pengembangan kualitas belajar siswa.

Menurut Made Pidarta, (1999: 77-99), pengertian supervisor dapat dibedakan berasarkan pengertian secara tradisional dan pengertian secara modern. Supervisor menurut pengertian tradisional adalah semua administrator dalam segala tingkatannya atau semua atasan terhadap bawahan. Dari pendapat ini maka dapat diartikan bahwa semua atasan yang melakukan pembimbingan terhadap bawahan disebut supervisor tanpa memperhatikan apakah bimbingan tersebut berhubungan dengan proses pembelajaran atau tidak. Menurut pengertian baru supervisor adalah semua atasan yang langsung berhubungan dengan guru-guru dan personalia lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Pendapat ini lebih spesifik karena membatasi hanya pada mereka yang melakukan pembimbingan yang berhubungan dengan proses pembelajaran.

Dalam lingkup sekolah maka yang dapat dikatakan sebagai supervisor yaitu kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai administrator terdepan dan jelas berkaitan dengan guru khususnya dalam kegiatan proses pembelajaran. Selain itu wakil kepala sekolah, maupun kepala sumber belajar juga bisa membimbing guru-guru lain untuk membantu peningkatan kompetensinya profesionalnya.

Made pidarta (1999: 65), menambahkan bahwa yang bisa menjadi supervisor adalah sebagai berikut.

a. Supervisor dari Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi dan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan masing-masing yang disebut sebagai pengawas dan penilik sekolah.

b. Para kepala sekolah di sekolah masing-masing.

Menurut Suharsimi Arikunto, (2004: 3), konsep supervisi sebenarnya ada perbedaan yang cukup mendasar tentang pelaku supervisor, karena ada pemahaman yang berbeda tentang konsep supervisi dengan pengawasan. Pelaku pengawasan dari dinas pendidikan juga dapat dikatakan sebagai supervisor, hal ini mengingat bahwa pengertian tentang pengawasan dapat dikatakan sebagai supervisi. Akan tetapi dengan melihat bahwa konsep supervisi merupakan bantuan kepada para guru dalam pembelajaran maka kepala sekolah dapat dikatakan sebagai supervisor karena kepala sekolah lebih mengerti tentang bagaimana karakteristik, keseharian, hambatan-hambatan yang dialami guru, sehingga lebih memungkinkan bagi kepala sekolah untuk melakukan kegiatan supervisi. Lebih lanjut menurut Suharsimi Arikunto, (2004: 3), hal tersebut sudah diatur dalam PP. No. 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah yang menyebutkan bahwa pada jenjang pendidikan menengah, selain pengawasan, kepala sekolah juga mendapat tugas sebagai supervisor yang diharapkan dapat setiap kali berkunjung ke kelas dan mengamati guru yang sedang mengajar. Dengan demikian kepala sekolah dapat dikatakan sebagai supervisor.

Menurut Subiyanto (2001: 13), kegiatan supervisi bukan hanya merupakan tugas pekerjaan para instruktur maupun pengawas saja, melainkan juga tugas dan pekerjaan kepala sekolah terhadap pegawai-pegawai sekolahnya. Pelaksanaan supervisi pendidikan tersebut erat kaitannya dengan proses pembimbingan dan penyuluhan proses pembelajaran secara utuh yaitu persiapan mengajar, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan belajar mengajar.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan maka yang disebut sebagai supervisor adalah orang yang berperan langsung dalam hal membina guru-guru khsusunya yang terkait dengan proses pembelajaran sehingga guru dapat menjalankan proses pembelajaran secara lebih efektif. Dalam lingkup sekolah, maka kepala sekolah sebagai administrator terdepan yang juga orang yang memberikan pembinaan terhadap guru dapat disebut sebagai supervisor. Adapun supervisor yang lain adalah pejabat sekolah lainnya yang berperan terhadap pembinaan guru serta pejabat atau pengawas dari Dinas Pendidikan.

7. Peran Supervisor

Supervisor adalah orang yang melakukan aktivitas supervisi dan langsung berhubungan dengan guru-guru khusunya dalam rangka peningkatan proses pembelajaran agar lebih efektif. Di tingkat sekolah maka yang menjadi supervisor adalah kepala sekolah.

Menurut Piet. A Sahertian (2000: 25), peran seorang supervisor yaitu membantu (Assisting), dorongan (Supporting), dan mengikutsertakan (Sharing).

Hendiyat Soetopo (1985: 55), menyebutkan bahwa kepala sekolah mempunyai beberapa peran penting yaitu sebagai berikut.

a. Peran pembimbingan yaitu membimbing guru agar dapat memahami secara lebih jelas masalah atau persoalan-persoalan dan kebutuhan murid serta membantu guru dalam mengatasi persoalan, memberikan bimbingan yang bijaksana terhadap guru baru dengan sifat materinya.

b. Peran memberi bantuan yaitu membantu guru dalam mengatasi kesukaran dalam mengajar, membantu guru memperoleh kecakapan mengajar yang sesuai dengan sifat materinya, membantu guru memperkaya pengalaman belajar sehingga suasana pengajaran bisa menggembirakan anak didik, dan membantu guru mengerti makna dari alat-alat pelajaran.

c. Peran memberikan layanan yaitu memberi pelayanan kepada guru agar dapat menggunakan seluruh kemampuannya dalam melaksanakan tugas.

d. Peran pembinaan yaitu membina moral kelompok, menumbuhkan moral yang tinggi dalam pelaksanaan tugas.

Pendapat tersebut menunjukkan adanya aktifitas supervisi antara kepala sekolah dan guru yang meliputi kegiatan pembimbingan, bantuan, layanan, serta pembinaan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran.

Menurut Made Pidarta (1999: 101-102), tanggungjawab supervisor yaitu sebagai berikut.

a. Mengorganisasi dan membina guru, diantaranya yaitu memotivasi guru, membangun hubungan yang harmonis dengan guru, mengembangkan profesi guru, memberi fasilitas dan kesempatan bagi guru agar kinerjanya meningkat.

b. Mempertahankan dan mengembangkan kurikulum, yaitu berkaitan dengan proses pembelajaran oleh guru diantaranya bagaimana menciptakan pembelajaran yang kondusif, mengembangkan program belajar, materi dan alat bantu belajar bersama guru, serta menilai pendidikan beserta hasilnya.

c. Meningkatkan aktifitas penunjang kurikulum, yaitu melakukan penelitian bersama guru serta menilai mengadakan humas.

Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa peran kepala sekolah sebagai supervisor meliputi hal-hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan profesi dan kinerja guru, peningkatan kualitas proses pembelajaran, pengembangan kurikulum serta yang unsur-unsur yang menunjang peningkatan proses pembelajaran.

Menurut Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru (1982: 24), berkaitan dengan peran sebagai supervisor maka peran kepala sekolah yaitu membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan, membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber, metode dan alat pelajaran, membantu guru dalam memenuhi kebutuhan dan membimbing pengalaman belajar siswa, membantu guru menilai kemajuan-kemajuan dan hasil pekerjaan siswa, membantu guru untuk lebih bisa bersosialisasi dengan masyarakat, serta membantu reaksi mental dan moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.

Menurut Oemar Hamalik (2007: 200), pengertian “bantuan atau membantu” dalam kegiatan supervisi di sekolah pada prinsipnya harus diartikan secara luas yaitu kegiatan membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan menasehati yang dilakukan oleh supervisor atau kepala sekolah terhadap guru. Lebih lanjut kegiatan supervisi yang dapat dilakukan oleh supervisor menurut Oemar Hamalik (2007: 200-203), yaitu sebagai berikut.

a. Membantu guru mengembangkan kemampuan melaksanakan kurikulum yaitu berupa bantuan dalam menyusun silabus, mengembangkan silabus, menyusun rencana bulanan dan mingguan, menyusun rencana kerja, membuat satuan pelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, serta menyusun dan melaksana-kan penilaian.

b. Membantu guru mengembangkan kemampuan dalam memilih dan mengguna-kan material kurikulum seperti memilih dan menggunakan buku serta alat peraga.

c. Membantu guru untuk mengembangkan kemampuan melayani perbedaan individual siswa.

d. Membantu guru mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah khusus.

Peran supervisor menurut pendapat Ngalim Purwanto (2005: 121-122), yaitu sebagai berikut.

a. Membantu guru dalam merencanakan proses pembelajaran yang meliputi bantuan dalam memahami tujuan pendidikan, menyusun program catur wulan atau semester, serta menyusun satuan pelajaran.

b. Membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang meliputi bantuan dalam penggunaan sumber, metode, dan alat-alat pelajaran, serta bantuan dalam pengelolaan pembelajaran di kelas.

c. Membantu guru dalam menilai proses pembelajaran yaitu bagaimana menggunakan teknik-teknik evaluasi dan pelaksanaan evaluasi itu sendiri.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah, maka kepala sekolah sebagai supervisor diantaranya yaitu membantu guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses pembelajaran.

a. Peran dalam perencanaan dan pelaksanan pembelajaran, yaitu membina unsur-unsur yang berkaitan dengan pembinaan terhadap guru dalam proses pembelajaran diantaranya yaitu menumbuhkan motivasi kerja pada guru, membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran yang berlandaskan standar isi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan metode atau teknik pembelajaran atau bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa, membimbing guru dalam menyusun rencana program pembelajaran, membimbing guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas, membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan, dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam pembelajaran.

b. Peran dalam kegiatan evaluasi proses pembelajaran yaitu membina guru dalam mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan diantaranya yaitu membina guru menyusun kriteria atau indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran, membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dinilai dalam pembelajaran, membimbing guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran.

Beberapa peran tersebut perlu kiranya perlu kiranya dilaksanakan mengingat kepala sekolah juga merupakan calon pengawas sekolah, sehingga dapat disimpulkan bahwa peran kepala sekolah sebagai supervisor dalam memberikan bantuan yaitu meliputi bantuan dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses pembelajaran pembelajaran.

Berkaitan dengan peran supervisor dalam memberikan dorongan A.J. Hariwung (1989: 78), berpendapat bahwa supervisi berfungsi sebagai dorongan terhadap usaha-usaha kreatif, hal ini dapat dilakukan ketika supervisor melihat masalah bersama-sama guru di kelas sehingga dengan adanya interaksi antara guru dan supervisor tersebut maka akan timbul usaha-usaha dari guru untuk memecahkan permasalahan yang ada di kelas. Dengan demikian pabila guru mengalami hambatan ketika melakukan pembelajaran di kelas maka dapat dicari jalan keluarnya melalui kegiatan supervisi. Selain itu fungsi supervisi adalah mendorong kreativitas guru dalam bekerja maupun dalam memecahkan masalah, menimbulkan motivasi dalam bekerja, memberikan semangat belajar, mening-katkan saling pengertian dan interaksi antara kepala sekolah dengan guru serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan supervisi itu sendiri.

Menurut Made Pidarta (1999: 180-185), upaya yang dapat dilakukan oleh supervisor dalam memberikan motivasi atau dorongan terhadap guru yaitu memberi pekerjaan yang inovatif dan menantang, memberi penghargaan atas prestasi kerja guru, memberi kesempatan berkreasi baik individu ataupun kelompok, serta memberi kesempatan kepada guru untuk berpartisipasi dalam aktivitas sekolah.

Menurut pendapat Sikula dalam Made Pidarta, (1999: 176), yaitu:

“…setiap guru adalah pribadi yang unik, artinya tidak ada dua atau lebih guru yang memiliki perilaku persis sama karena potensi-potensi yang dibawa sejak lahir tidak sama begitu pula pengalaman-pengalaman mereka juga tidak sama. Akan tetapi perilaku guru semuanya merupakan sesuatu yang termotivasi”.

Motivasi yang dimaksud dari pendapat tersebut adalah dorongan akan kebutuhan serta kemauan dari dalam diri guru untuk mencapai tujuan, atau dapat dikatakan motivasi merupakan seuatu penggerak untuk membangkitkan perilaku seorang guru. Guru mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kepribadian maupun pengalaman yang mereka peroleh. Semua perilaku atau kinerja dilakukan guru karena adanya dorongan atau motivasi baik dari guru sendiri maupun orang lain seperti dari kepala sekolah. Dengan demikian guru akan mampu mengelola pembelajaran secara lebih baik apabila mendapatkan motivasi baik dari guru itu sendiri maupun dari motivasi yang diberikan kepala sekolah.

Menurut E. Mulyasa (2005: 100-104), upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja guru yaitu sebagai berikut.

a. Mengikutsertakan guru dalam penataran-penataran untuk menambah wawasan para guru.

b. Memberi kesempatan pada guru untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

c. Mendorong untuk menggunakan waktu belajar secara efektif, yaitu mendorong guru untuk mencari dan menganalisis pembelajaran sesuai dengan waktu yang ditentukan.

d. Memberi contoh model pembelajaran seperti analisis materi pembelajaran, program semester, program pembelajaran, dan satuan pelajaran.

e. Mendorong guru untuk terlibat dalam setiap kegiatan di sekolah.

Lebih lanjut E. Mulyasa (2005: 100), berkaitan dengan pembinaan kompetensi profesional guru maka peran supervisor adalah mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran untuk menambah wawasan para guru, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut Ngalim Purwanto (2005: 94), berkaitan dengan peningkatan kompetensi profesional guru maka kepala sekolah dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti kegiatan In-service training dan upgrading.

a. In-service training yaitu segala kegiatan yang diterima para guru yang bertujuan untuk untuk menambah dan mempertinggi mutu pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman guru-guru dalam menjalankan tugas kewaji-bannya seperti kursus, ceramah, workshop, seminar, dan kunjungan sekolah.

b. Upgrading yaitu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan kecakapan para guru, sehingga keahliannya bertambah seperti pendidikan lanjutan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa peran kepala sekolah supervisor dalam membina kompetensi profesional guru yaitu sebagai berikut.

a. Membantu guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Membantu dalam hal ini harus diartikan secara luas, baik membimbing, mengarahkan, membina, dan memberi nasehat kepada guru.

b. Memberi dorongan kepada guru dalam bekerja

c. Mengikutsertakan guru dalam kegiatan yang menunjang peningkatan kompe-tensi profesionalnya.

B. Kompetensi Profesional Guru

1. Pengertian Kompetensi Profesional

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminto (1999: 405), pengertian kompetensi adalah kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.

Menurut pendapat C. Lynn (1985: 33), bahwa “competence my range from recall and understanding of fact and concepts, to advanced motor skill, to teaching behaviours and profesional values”. Kompetensi dapat meliputi pengulangan kembali fakta-fakta dan konsep-konsep sampai pada ketrampilan motor lanjut hingga pada perilaku-perilaku pembelajaran dan nilai-nilai profesional.

Menurut Munsyi dalam Hamzah B. Uno (2007: 61), bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi menunjuk pada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksankan tugas kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati tetapi juga meliputi perihal yang tidak tampak.

Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno (2007: 63), kompetensi merupakan karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan menjadi cara-cara berperilaku dan berfikir dalam segala situasi, dan berlangsung dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi menunjuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilaku. Lebih lanjut Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno (2007: 63), membagi lima karakteristik kompetensi yaitu sebagai berikut.

a. Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu.

b. Sifat, yaitu karakteritik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi.

c. Konsep diri, yaitu sikap, nilai, dan image dari sesorang.

d. Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.

e. Ketrampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental.

Menurut E. Mulyasa (2004: 37-38), kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Pada sistem pengajaran, kompetensi digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan profesional yaitu kemampuan untuk menunjukkan pengetahuan dan konseptualisasi pada tingkat yang lebih tinggi. Kompetensi ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman lain sesuai tingkat kompetensinya.

Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.

Menurut Zamroni (2001: 60), guru adalah orang yang memegang peran penting dalam merancang strategi pembelajaran yang akan dilakukan. Keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung pada penampilan guru dalam mengajar dan kegiatan mengajar dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan sebagai seorang guru. Pernyataan tersebut mengantarkan kepada pengertian bahwa mengajar adalah suatu profesi, dan pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional dipersyaratkan memiliki kemampuan atau kompetensi tertentu agar yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnnya.

Kata “profesional” erat kaitannya dengan kata “profesi”. Menurut Wirawan (2002: 9), profesi adalah pekerjaan yang untuk melaksanakannya memerlukan persyaratan tertentu. Kata profesional dapat diartikan sebagai orang yang melaksanakan sebuah profesi dan berpendidikan minimal S I yang mengikuti pendidikan profesi atau lulus ujian profesi.

Menurut Hamzah B. Uno (2007: 15), guru merupakan suatu profesi yang berarti profesi tersebut memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar pendidikan. Profesi guru tersebut tidak lain adalah sebagai pendidik ataupun pengajar. Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten atau berkemampuan sehingga kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan atau kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Pengertian tersebut sejalan dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Menurut pendapat Martinis Yamin (2006: 7), guru yang profesional harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki bakat sebagai guru;

b. Memiliki keahlian sebagai guru;

c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi;

d. Memiliki mental yang sehat;

e. Berbadan sehat;

f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas;

g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila; dan

h. Guru adalah seorang warga negara yang baik.

Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

Menurut PP No. 19 Tahun 2005 penjelasan pasal 28 yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Menurut Hamzah B. Uno (2007: 18-19), kompetensi profesional guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajar. Adapun kompetensi profesional mengajar yang harus dimiliki oleh seorang yaitu meliputi kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sistem pembelajaran, serta kemampuan dalam mengembangkan sistem pembelajaran.

Pendapat lain dikemukakan oleh Martinis Yamin (2006: 5), kompetensi profesional yang harus dimiliki guru meliputi:

a. Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya.

b. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan;

c. Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran siswa.

Menurut pendapat Soediarto dalam Hamzah B. Uno (2007: 64), guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai beberapa kemampuan yaitu disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran, bahan ajar yang diajarkan, pengetahuan tentang karakteristik siswa, pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan, pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar, penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran, dan pengetahuan terhadap penilaian, serta mampu merencanakan, memimpin guna kelancaran proses pendidikan.

Menurut Uzer Usman (2006: 19), kompetensi profesional secara spesifik dapat dilihat dari indikator- indikator sebagai berikut.

a. Menguasai landasan pendidikan, yaitu mengenal tujuan pendidikan, mengenal fungsi sekolah dan masyarakat, serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan.

b. Menguasai bahan pengajaran, yaitu menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan penghayatan.

c. Menyusun program pengajaran, yaitu menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pengajaran, memilih dan mengembang-kan strategi belajar mengajar, memilih media pembelajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar, melaksanakan program pengaja-ran, menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi belajar mengajar.

d. Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Menurut Saiful Adi (Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru: 2007), pengertian kompetensi profesional adalah kemampuan atau kompetensi yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting dan langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut.

a. Kemampuan untuk memahami landasan kependidikan

b. Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan,

c. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya,

d. Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar,

e. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran,

f. Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran, dan

g. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

Menurut E. Mulyasa (2007: 135-136), ruang lingkup kompetensi profesional guru ditunjukkan oleh beberapa indikator. Secara garis besar indikator yang dimaksud adalah:

a. Kemampuan dalam memahami dan menerapkan landasan kependidikan dan teori belajar siswa;

b. Kemapuan dalam proses pembelajaran seperti pengembangan bidang studi, menerapkan metode pembelajajaran secara variatif, mengembangkan dan menggunakan media, alat dan sumber dalam pembelajaran,

c. Kemampuan dalam mengorganisasikan program pembelajaran, dan

d. Kemampuan dalam evaluasi dan menumbuhkan kepribadian peserta didik.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki sebagai dasar dalam melaksanakan tugas profesional yang bersumber dari pendidikan dan pengalaman yang diperoleh. Kompetensi profesional tersebut berupa kemampuan dalam memahami landasan kependidikan, kemampuan merencanakan proses pembelajaran, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, dan kemampuan mengevaluasi proses pembelajaran.

2. Komponen Kompetensi Profesional Guru

a. Kemampuan Memahami Landasan Kependidikan

Guru adalah tenaga profesional, sehingga tidaklah cukup apabila guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, tetapi juga harus memahami berbagai landasan dalam dunia pendidikan. Landasan tersebut sangatlah penting mengingat tugas guru adalah memberi bekal pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian kepada para peserta didiknya. Selain itu tugas guru bukan hanya sebagai transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Pribadi dan tingkah laku guru juga dijadikan sebagai tauladan bagai para siswanya, sehingga landasan pendidikan harus tercermin didalam semua perbuatan guru dalam melaksanakan tugas maupun keseharian yang memungkin-kan guru mampu tumbuh dan berkembang dalam jabatan profesionalnya.

Landasan kependidikan yang harus dikuasai guru menurut Uzer Usman (2006: 19), yaitu mengenal tujuan pendidikan, mengenal fungsi sekolah dan masyarakat, serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan.

Menurut E. Mulyasa (2007: 135-136), landasan kependidikan yang harus dikuasai guru yaitu landasan filosofis, psikologis, dan sosiologis. Landasan filosofis yang dimaksud yaitu setiap guru harus memahami dan menanamkan nilai-nilai Pancasila yang berupa nilai-nilai budaya, agama, dan norma-norma kepada siswa. Landasan psikologis yaitu setiap guru harus mampu memahami karakteristik siswa, menguasai teori-teori belajar, dan metode-metode pembelaja-ran yang memungkinkan guru mampu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik. Landasan sosiologis berkaitan dengan penanaman nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat.

Menurut Syamsul Bahri (Landasan Pendidikan: 16 November 2007), landasan pendidikan merupakan landasan yang menjadi dasar bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Landasan yang dimaksud yaitu sebagai berikut.

1. Landasan Hukum; landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan. Dalam dunia pendidikan maka seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus mengacu peraturan-peraturan maupun undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

2. Landasan Filsafat; Pancasila merupakan landasan filosofis bangsa Indonesia yang diharapkan dapat menjadi jiwa, semangat berkarya, dan mewarnai segala sendi-sendi kehidupan. Sebagai seorang pendidik maka sudah seharusnya guru menanamkan nilai-nilai pancasila kepada para siswanya. Dengan landasan nilai-nilai pancasila inilah akan terbentuk pribadi yang utuh yang didasari norma-norma dan nilai-nilai sebagai bangsa Indonesia.

3. Landasan Sejarah; seorang guru harus memahami sejarah pendidikan yang ada di indonesia sehingga memungkinkan untuk mencontoh pandangan atau cara-cara berfikir dari tokoh-tokoh pendidikan terdahulu.

4. Landasan Sosial Budaya; pendidikan merupakan warisan aspek-aspek sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat. Guru harus memahami dan mampu memahami dan menyampaikan aspek-aspek tersebut kepada para peserta didik, seperti norma-norma dan budaya-budaya yang ada dalam masyarakat yang perlu dilestarikan.

5. Landasan Psikologi; siswa adalah individu yang mempunyai karakteristik dan perkembangan yang berbeda antara yang satu siswa dengan siswa yang lain. Apabila guru memahami landasan psikologi pendidikan maka guru akan mampu membuat suatu proses pembelajaran yang didasarkan pada perbedaan dan karakteristik peserta didik.

6. Landasan Ekonomi; pembiayaan menjadi faktor utama dalam menunjang keberhasilan pendidikan. Guru harus mengerti tentang sumber-sumber dan bagaimana mengelolan pembiayaan pendidikan. Dengan hal ini guru dapat memberikan kontribusi bagi pengelolaan pendidikan yang ada di sekolah.

Menurut Achmad Sanusi dalam Martinis Yamin (2006: 35), dalam rangka peningkatan kemampuan guru secara profesional ada beberapa pengetahuan dan teknis dasar yang harus dikuasai guru diantaranya yaitu:

1. pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan studi;

2. pengetahuan tentang karakteristik dan perkembangan pelajar;

3. pengetahuan tentang berbagai model teori belajar;

4. pengetahuan tentang karakteristik dan kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik sebagai latar belakang konteks proses pembelajaran;

5. pengetahuan dan penghayatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa; dan

6. pengetahuan dan penguasaan berbagai sumber belajar.

Menurut Standar Kompetensi Guru tahun 2003 dalam Suparlan (2006: 87), komponen pemahaman landasan kependidikan yaitu mampu menjelaskan tujuan dan hakekat pendidikan, menjelaskan tujuan dan hakekat pembelajaran, menjelaskan konsep dasar pengembangan kurikulum, menjelaskan struktur kurikulum. Landasan yang berkaitan dengan psikologi perkembangan siswa maka guru harus mampu menjelaskan psikologi pendidikan yang mendasari perkembangan siswa, menjelaskan tingkat-tingkat perkembangan mental siswa, dan mampu mengidentifikasi tingkat perkembangan siswa yang dididik. Pendapat ini menambahkan bahwa pemahaman akan kurikulum menjadi landasan bagi setiap guru. Setiap guru harus memahami kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mana akan memudahkan guru dalam mengaplikasikan metode maupun strategi pembelajaran yang berbasis pada tingkat satuan pendidikan sehingga mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan guru dalam memahami landasan kependidikan yaitu meliputi kemampuan dalam memahami tujuan dan hakekat pendidikan, memahami tujuan dan hakekat pembelajaran, memahami landasan hukum pendidikan, memahami landasan filsafat pendidikan, memahami landasan sejarah pendidikan, memahami landasan psikologis pendidikan, memahami landasan sosial budaya pendidikan, memahami landasan ekonomi pendidikan, memahami kurikulum tingkat satuan pendidikan, serta memahami fungsi sekolah.

b. Kemampuan Merencanakan Proses Pembelajaran

Menurut Hadari Nawawi dalam Abdul Majid (2007: 16), perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Perencanaan ini mencakup rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum dan tujuan khusus suatu lembaga pendidikan berdasar informasi yang lengkap.

Proses pembelajaran perlu direncanakan agar dalam pelaksanaannya dapat berlangsung dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Perencanaan proses pembelajaran bertujuan untuk memperkirakan mengenai tindakan apa yang yang akan dilakukan pada waktu melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang baik akan berusaha sebisa mungkin agar pengajarannya berhasil. Salah satu faktor yang dapat membawa keberhasilan itu adalah adanya perencanaan pengajaran yang dibuat guru sebelumnya.

Menurut Zainal Aqib dan Elham Rahmanto (2007: 53-55), perencanaan pembelajaran merupakan catatan hasil pemikiran awal seorang guru sebelum mengelola proses pembelajaran. Perencanaan tersebut antara lain pemilihan materi, metode, media, dan alat evaluasi yang mengacu pada silabus pembela-jaran. Perbedaan antara silabus dan rencana pembelajaran yaitu silabus menuntut hal-hal yang perlu dilakukan oleh siswa untuk memutuskan suatu kompetensi secara utuh, sedangkan rencana pembelajaran adalah penggalan-penggalan kegiatan yang perlu dilakukan oleh guru untuk setiap pertemuan. Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam rencana pembelajaran yaitu sebagai berikut.

1. Tingkat kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, materi, dan sub materi pembelajaran dari silabus.

2. Penerapan pendekatan yang sesuai dengan materi yang membutuhkan kecakapan hidup dan kelakuan sehari-hari.

3. Menggunakan metode dan pendekatan yang sesuai.

4. Penilaian dan pengujian menyeluruh yang berkelanjutan berdasarkan silabus.

Selain itu ada beberapa unsur yang harus ada dalam rencana pembelajaran yaitu identitas mata pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, media, penilaian dan tindak lanjut, serta sumber bacaan.

Menurut E. Mulyasa (2007: 148), dalam rangka pengembangan kurikulum yang mencakup pada tingkat satuan pendidikan maka rencana pembelajaran dan silabus merupakan tuntutan bagi setiap guru untuk menyusunnya, selain itu guru juga perlu menyusun program tahunan, program mingguan dan harian, program pengayaan remedial, serta program bimbingan dan konseling. Lebih lanjut menurut E. Mulyasa (2007: 249-254), yang dimaksud program tahunan yaitu program umum setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Program ini perlu dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun ajaran karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program berikutnya yaitu program semester, program mingguan, dan program harian atau program pembentukan setiap kompetensi dasar. Program semester meliputi garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan atau dicapai dalam semester tersebut yang terdiri dari pokok bahasan yang akan disampaikan, waktu yang direncanakan dan keterangan-keterangan. Program mingguan atau harian yaitu untuk mengetahui tingkat keberhasilan tujuan-tujuan yang telah dicapai yang perlu diulang, identifikasi kemajuan belajar, kesulitan maupun kelebihan peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan pengulangan atau remedial.

Menurut Ace Suryadi dan Wiana Mulyana (1993: 22), unsur-unsur utama yang harus ada dalam perencanaan pengajaran adalah tujuan yang hendak dicapai yaitu berupa bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan untuk dimiliki siswa setelah terjadinya proses pembelajaran, bahan pelajaran atau isi pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan, metode dan teknik yang digunakan yaitu bagaimana proses pembelajaran yang akan diciptakan guru agar siswa mencapai tujuan, dan penilaian yaitu bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui tujuan tercapai atau tidak.

Pendapat lain dikemukakan Muslich Masnur (2007: 53), perencanaan pembelajaran atau RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran atau per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas sehingga berdasarkan RP inilah guru bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Bahkan dalam merencanakan RPP dapat dilihat kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Secara teknis RPP minimal mencakup beberapa komponen yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan dan metode pembelajaran, langlah-langkah kegiatan pembelajaran, alat dan sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Menurut Standar Kompetensi Guru tahun 2003 dalam Suparlan (2006: 87), kemampuan guru dalam merencanakan proses pembelajaran dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator yaitu sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tujuan pembelajaran

2. Menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan

3. Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok

4. Mengalokasikan waktu

5. Menentukan metode pembelajaran yang sesuai

6. Merancang prosedur pembelajaran

7. Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang akan digunakan

8. Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)

9. Menentukan teknik penilaian yang sesuai

Dengan demikian merencanakan proses pembelajaran merupakan gambaran bagi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Perencanaan proses pembelajaran tersebut mencakup penyusunan program semester, silabus pembelajaran, dan rencana pembelajaran atau RPP. Dalam menyusun rencana pembelajaran guru juga harus menentukan tujuan pembelajaran, menentukan metode pembelajaran, menentukan media atau alat peraga dalam pembelajaran, menentukan sumber belajar atau buku pelajaran, dan menentukan teknik evaluasi pembelajaran.

c. Kemampuan Melaksanakan Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan tahap pelaksanaan yang telah diren-canakan oleh guru. Dalam kegiatan ini kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam pelaksanan proses pembelajaran guru juga harus menganalisa apakah siswa sudah memahami materi pembelajaran yang diberikan, dan apakah metode dalam pembelajaran perlu diubah atau tidak, sehingga apa yang menjadi tujuan proses pembelajaran dapat tercapai.

Menurut Sri Yutmini (1992: 13), bahwa persyaratan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran meliputi kemampuan menggunakan metode belajar, kemampuan dalam menggunakan media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, kemampuan mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, kemampuan berkomunikasi dengan siswa, kemampuan mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan kemampuan dalam melaksanakan evaluasi proses pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut tercermin dari perilaku guru khususnya dalam kegiatan di kelas.

Pendapat lain menurut Harahap (1983: 32), kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran diantaranya yaitu memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, mengarahkan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, melakukan pemantapan belajar, menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, memperbaiki program pembelajaran, dan melaksanakan hasil penilaian pembelajaran.

Menurut Muslich Masnur (2007: 71), proses pembelajaran merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan “mampu” untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu proses pembelajaran pada prinsipnya adalah memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta, konsep, atau prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berfikir logis, kritis dan kreatif.

Menurut Zainal Aqib dan Elham Rahmanto (2007: 58), interaksi belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai komponen untuk menunjukkan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam interaksi belajar mengajar guru merupakan pemegang kendali utama, oleh sebab itu guru harus memiliki ketrampilan mengajar, mengelola tahapan pembelajaran, memanfaatkan metode yang tersedia, menggunakan media dan mengalokasi waktu. Ketrampilan mengajar guru merupakan sejumlah kompetensi yang menampilkan kinerjanya secara profesional yang berupa ketrampilan membuka pelajaran, menutup, menjelaskan, mengelola kelas, dan bertanya, memberi penguatan, dan memberi variasi. Lebih lanjut Zainal Aqib dan Elham Rahmanto (2007: 81-83), dalam kegiatan pembelajaran maka kegiatan awal yang dilakukan yaitu menarik perhatian siswa, memberi motivasi, memberi acuan belajar, membuat kata dengan bahan yang akan diajarkan. Kegiatan pokok yaitu menjelaskan, memberi contoh dan pengalaman, kegiatan akhir yaitu meninjau kembali kegiatan pembelajaran, evaluasi, serta tindak lanjut.

Menurut E. Mulyasa (2007: 255-258), pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi pembentukan ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran berbasis KTSP maka pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu pre test, pembelajaran dan post tes. Pre tes merupakan tes yang dilakukan sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pembentukan kompetensi merupakan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran yaitu bagaimana kompetensi dibentuk, dan bagaimana tujuan-tujuan pembelajaran direalisasikan. Post test dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan serta sebagai acuan untuk program remidial dan pengayaan, serta sebagai masukan baik dari segi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Menurut Standar Kompetensi Guru tahun 2003 dalam Suparlan (2006: 87-88), indikator kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yaitu sebagai berikut.

1. Membuka pelajaran dengan metode/teknik yang sesuai,

2. Menyajikan materi pelajaran secara sistematis,

3. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan,

4. Mengatur kegiatan siswa di kelas,

5. Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah ditentukan,

6. Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih,

7. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif,

8. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif,

9. Memberikan pertanyaan dan umpan balik, untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses pembelajaran,

10. Menyimpulkan pembelajaran, dan

11. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran meliputi kemampuan dalam membuka pelajaran, menyampaikan materi pelajaran, menggunakan metode pembelajaran, menggunakan media pembelajaran, menggunakan sumber atau buku-buku pelajaran, mengelola pembelajaran siswa di kelas, memberikan umpan balik proses pembelajaran, dan kemampuan dalam menutup proses pembelajaran.

d. Kemampuan Mengevaluasi Proses Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran merupakan tahap akhir dari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

Menurut Stufflebean dan Shihkfield dalam Mimin Haryati (2007: 17), evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam melakukan evaluasi didalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur judgement tentang nilai suatu program, sehingga dalam proses evaluasi ada unsur subjektif. Penilaian kelas dapat diartikan sebagai pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian ini dapat berupa tes tertulis, dan penilaian kerja siswa.

Menurut Oemar Hamalik (2005: 145), evaluasi dimaksudkan untuk mengamati hasil belajar siswa dan berupaya menentukan bagaimana menciptakan kesempatan belajar itu sendiri, selain itu untuk mengamati peranan guru, strategi pengajaran khusus, teori kurikulum, dan prinsip-prinsip belajar untuk diterapkan dalam pengajaran. Tujuan penilaian tidak lain adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang sejauh mana tingkat pencapaian siswa dalam memahami materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam kegiatan evaluasi proses pembelajaran ada beberapa macam bentuk penilaian. Menurut E. Mulyasa (2004: 177-178), dalam kegiatan penilaian dapat dilakukan dengan bermacam-macam bentuk, diantaranya yaitu penilaian berbasis kelas seperti pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, dan ulangan kenaikan kelas.

Dalam kegiatan evaluasi pembelajaran guru menggunakan instrumen atau soal baik yang dibuat sendiri ataupun yang berasal dari sekolah. Dalam menyusun soal-soal untuk kegiatan evaluasi pembelajaran ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan guru sehingga soal yang dibuat benar-benar berkualitas. Menurut Zainal Aqib dan Elham Rahmanto (2007: 97), agar soal dapat menghasilkan bahan ulangan atau ujian yang sahih dan handal maka dalam mempersiapkannya harus harus melakukan beberapa langkah yaitu menentukan pokok bahasan, menyusun kisi-kisi, menulis soal, menyusun soal menjadi perangkat tes dan menyusun program pengajaran. Beberapa langkah tersebut perlu bisa dijadikan acuan seorang guru dalam meningkatkan kualitas soal untuk evaluasi pembelajaran.

Tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat tentang sejauh mana hasil penguasaan materi pembelajaran siswa tercapai. Akan tetapi pada akhir proses pembelajaran masih saja ada murid yang belum menguasai materi pelajaran dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar atau nilai yang lebih rendah dari dari pada siswa lain. Dengan adanya permasalahan tersebut maka perlu diadakan tindak lanjut hasil pembelajaran.

Menurut Abdul Majid (2007: 236), untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran maka dapat diadakan beberapa cara untuk mengatasinya yaitu program perbaikan atau remidial, program pengajaran pengayaan, pembinaan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, dan motivasi belajar. Lebih lanjut menurut Abdul Majid (2007: 244), untuk memperoleh dukungan khususnya dalam rangka perbaikan dan peningkatan kurikulum baik dari siswa, guru, kepala sekolah, dan orang tua maka perlu informasi hasil pembelajaran yang akurat dan lengkap. Untuk itu perlu laporan perkembangan hasil belajar siswa. Laporan tersebut meliputi laporan untuk siswa dan orang tua, laporan untuk sekolah, dan laporan untuk masyarakat. Laporan tersebut berupa laporan lulus atau belum lulus dan laporan prestasi belajar siswa dalam buku rapor.

Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa melaksanakan evaluasi proses pembelajaran merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa. Kemampuan guru dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran merupakan kemampuan guru mulai dari membuat instrumen evaluasi pembelajaran, melaksanakan, mengolah hasil evaluasi, membuat tindak lanjut dan laporan dari hasil evaluasi yang telah dilaksanakan.

C. Hubungan antara Supervisi dengan Kompetensi Profesional Guru

Menurut pendapat Soetjipto dan Raflis Kosasi (1994: 244-246), ditinjau dari pendekatan kompetensi maka supervisi merupakan upaya agar guru mempunyai kompetensi tertentu dalam menjalankan tugasnya. Supervisi dalam hal ini adalah untuk membentuk kompetensi minimal yang harus dikuasai guru karena guru yang tidak memenuhi kompetensi dianggap tidak produktif. Supervisor dalam hal ini bertugas untuk menciptakan lingkungan terstruktur yaitu melalui kegiatan supervisi yang terencana sehingga secara bertahap guru dapat menguasai kompetensi yang dibutuhkan dalam tugas mengajarnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riyani Hadiyanti (2005) diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan supervisi kepala sekolah mempunyai pengaruh terhadap kompetensi profesional guru. Pengaruh yang dimaksud yaitu bahwa adanya peningkatan pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah memberi pengaruh terhadap peningkatan kompetensi perofesional guru.

D. Kerangka Pikir

Sebagai salah satu komponen yang memegang peran penting dalam proses pembelajaran di sekolah, guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensi profesional sebagai pengajar. Dengan adanya peningkatan kompetensi ini maka akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi profesional guru yang dimaksud yaitu meliputi kemampuan memahami landasan kependidi-kan, kemampuan merencanakan proses pembelajaran, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, dan kemampuan mengevaluasi proses pembelajaran. Peningkatan kompetensi profesional dapat dilakukan baik secara internal yaitu usaha dari guru itu sendiri maupun secara eksternal melalui bantuan dari kepala sekolah. Dengan adanya keterbatasan dari guru untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya maka adanya bantuan dari kepala sekolah sangatlah diperlukan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi profesional guru yaitu melalui peran kepala sekolah sebagai supervisor. Dalam hal ini peran kepala sekolah sebagai supervisor yaitu membantu merencanakan proses pembelajaran, membantu melaksanakan proses pembelajaran, membantu mengevaluasi proses pembelajaran, memberi dorongan kepada guru dalam bekerja, dan mengikut-sertakan guru dalam kegiatan yang menunjang peningkatan kompetensi profesionalnya.

Peran kepala sekolah sebagai supervisor apabila dilakukan secara optimal maka akan memberi kontribusi terhadap peningkatan kompetensi profesional guru, sebaliknya apabila peran kepala sekolah sebagai supervisor dilakukan secara pasif dan kurang optimal maka akan berdampak pada menurunnya kompetensi profesional guru.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan maka hipotesis yang diajukan yaitu “peran kepala sekolah sebagai supervisor memberi kontribusi terhadap kompetensi profesional guru di SMP Negeri se Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang”.

DOWNLOAD BAB II PDF